Minggu, 22 Maret 2009

CINTAKU PADA ROKOK BERBUAH KANKER PARU DAN KANKER USUS


Bulan November 2005 adalah bulan kelabu dimana aku divonis dokter terkena kanker paru-paru dan harus dilakukan pengangkatan sebagian paru kanan atasku yang ada kankernya. Kejadiannya setelah Hari Raya Idul Fitri 2005 aku merasakan badanku yang kurang sehat dan cenderung setiap hari berat badanku turun 1/4 kg sementara aku makan seperti biasa.

Dari situlah aku memeriksakan diri ke laboratorium untuk melakukan general cek up, karena sejak berhenti sebagai atlit nasional, aku belum pernah cek up lagi. Dan hasil dari cek up itulah ketahuan kalau di paru sebelah kanan atasku ada tumor sebesar 6 (enam) sentimeter. Sebelumnya aku sudah ada perasaan kalau terkena kanker paru karena aku adalah perokok berat (satu hari rata-rata bisa sampai 60 batang rokok). Saat itu aku menerima dengan tegar karena aku merasa penyakit tersebut akibat dari kebiasaanku merokok sejak remaja.

Ironis memang, sementara aku adalah seorang mantan pemain bahkan kapten tim nasional di cabang softball era tahun 1980-1990, yang seharusnya hidup tanpa tembakau/rokok. Padahal sudah gak bosan-bosannya lingkungan di sekitarku menganjurkan aku untuk berhenti merokok tetapi aku menjawab dengan sombong bahwa aku kan atlit, jadi ada alasan untuk merokok tapi sehat. Memang saat itu tidak terlihat akibat dari rokok yang katanya bila seseorang itu merokok maka dia tidak akan kuat untuk berlari jauh, atau dengan kata lain perokok napasnya jadi pendek. Itu tidak terjadi pada diriku. Dan memang aku buktikan di setiap latihan atau dalam pelatnas (pemusatan latihan nasional) kondisi badanku oke-oke aja, jadi buat aku merokok tidak ada pengaruhnya sama sekali.


Anakku Albert Alvin Sompie, aku (Berthie Sompie), istriku Yayuk, dan anakku Talita Tamara Sompie. Kebetulan dokter yang memeriksaku setelah ada hasil dari foto rontgen adalah kakakku sendiri yang dokter spesialis paru (Dr. Menaldy Rasmin SpP(K) ). Setelah melalui pemeriksaan yang lebih mendetail yaitu dilakukan broncoscopy dan biopsy, tidak ada jalan lain kecuali dilakukan operasi pengangkatan paru kanan bagian atas yang telah terkena kanker.

Saat itulah aku mulai takut karena terus terang selama hidup aku belum pernah yang namanya sakit berkepanjangan apalagi operasi dan harus diopname. Aku mulai menghindar setiap kali kakakku menanyakan kapan siap dioperasi. Aku hanya menjawab besok, besok, dan besok, yang sebenarnya sih aku amat sangat ketakutan untuk operasi. Malahan aku sempat lari ke pengobatan alternatif. Ternyata tidak membuahkan hasil yang aku harapkan.

Aku lalu datang ke tempat praktek kakakku dan menanyakan akibatnya bila aku gak mau operasi (sewaktu aku ke pengobatan alternatif kakakku gak tau). Kakakku bilang kalau aku gak dioperasi akan terjadi pembengkakan di tubuh bagian kanan, mulai dari tangan kanan terus ke dada kanan. Nah kalau sudah terjadi pembengkakan maka tidak bisa dilakukan operasi, yang ada hanya bila sakit akan diberi obat anti sakit, bila sesak napas akan diberi obat sesak napas, dengan kata lain aku tinggal menghitung hari untuk mati. Di situlah aku makin ketakutan, menyerah serta pasrah untuk dioperasi.


PARU-PARUKU DIPOTONG
Operasi mulai disiapkan dan dijadwalkan karena operasi paru adalah operasi besar yang perlu persiapan yang mendetail, mulai dari periksa jantung, paru, gigi, tekanan darah, dan lain-lain yang memerlukan waktu beberapa hari. Di sini aku masih menawar pada kakakku, bahwa aku mau dioperasi tapi pemeriksaan persiapan operasi aku lakukan sambil jalan, jadi aku gak mau opname sejak pemeriksaan persiapan operasi dilakukan. Sebenarnya begini ini gak boleh, tapi karena fasilitas dari kakakku aku diijinkan melakukan pemeriksaan pra operasi tidak dengan nginap di rumah sakit.

Aku dijadwalkan dioperasi di RS Persahabatan, Rawamangun, Jakarta. Kebetulan lagi istriku kerja di RS Persahabatan sebagai dokter, dan memang RS Persahabatan adalah rumah sakit untuk paru-paru. Hampir semua pakar paru-paru ada di RS Persahabatan.

Aku baru masuk rumah sakit dua hari menjelang operasi yaitu tanggal 24 Desember 2005, dan operasi dilakukan tanggal 27 Desember 2005 jam 08.00 pagi. Operasi diperkirakan memakan waktu sekitar 5 (lima) jam. Saat itu aku merasakan takut yang amat sangat sehingga istriku diijinkan ikut masuk didalam kamar operasi untuk memberi semangat.

Aku baru sadar setelah operasi kira-kira jam 07.00 malam. Yang pertama aku lihat adalah istriku, anak-anakku, saudara-saudaraku, juga kakakku yang termasuk dalam tim dokter biarpun dia gak ikut menangani langsung. Kenapa semua orang-orang terdekatku bisa masuk kedalam ICU, karena dapat fasilitas dari direktur RS Persahabatan, sebab kakak dan istriku adalah dokter di RS tersebut.

Begitu sadar yang pertama kali aku tanya pada kakakku yaitu apakah penyakitku sudah hilang, yang dijawab dengan anggukan oleh kakakku. Aku sangat gembira mendengar bahwa aku sudah terbebas dari penyakit kanker paru yang telah mencapai stadium 3B (setelah potongan paru diperiksa di laboratorium).

Ternyata untuk pemulihan kondisiku yang diperkirakan sekitar lima hari di dalam ICU (intensive care unit) cukup aku jalani dua hari saja. Kondisi ini sangat menggembirakan baik untuk aku sendiri maupun keluarga dan tim dokter. Ini disebabkan masa laluku yang mantan seorang atlit nasional, jadi secara umum kondisi badanku bagus dan cepat melakukan pemulihan, di samping semangatku untuk sembuh sangat besar sekali.

Jadi aku dirawat di rumah sakit sejak masuk, operasi, dan pemulihan total selama 10 hari, padahal sebenarnya aku sudah siap mental untuk 20 hari.Bisanya pulang lebih awal mungkin karena kondisi fisikku saat dioperasi sangat baik sehingga pemulihannya lebih cepat dari yang diduga.

Di rumah aku mulai menyesuaikan dengan keadaanku yang baru yaitu harus melakukan fisioterapi atau rehab medik untuk memulihkan kondisiku dan juga menunggu hasil pemeriksaan laboratorium untuk stadium penyakit kanker paruku.

KANKER LAIN DI USUS BESARKU
Dalam penantian yang lumayan lama aku mulai dijalari rasa takut akan hasil dari laboratorium tentang sudah stadium berapa kankerku ini. Selama penantian aku diharuskan berolahraga ringan, salah satunya berenang, dan itu aku lakukan. Saat mulai agak enakan kondisi badanku, aku merasakan sakit perut yang sangat hebat yang datangnya sesekali dan itu tidak aku hiraukan.

Semua keluargaku mengira sakit perutku akibat dari bertahun-tahun aku adalah pemakan cabai berat, yang apabila membuat sambal cabenya bisa mencapai 20 biji. Aku juga punya pikiran sama karena sakitnya hanya datang sesekali saja biarpun saat sakitnya datang aku merasakan sakit yang amat sangat. Hingga pada awal bulan kedua sejak aku dioperasi paru sakit perutku makin menjadi-jadi dan datang lebih sering sehingga aku sudah gak kuat menahannya dan aku minta diantar oleh istriku untuk ke dokter internis yang sudah pernah menangani aku.

Oleh dokter aku langsung diperiksa dengan USG dan dokter menaruh curiga didalam usus besarku ada sesuatu. Besoknya dilanjutkan dengan pemeriksaan colonoscopy (foto usus yang dilakukan lewat anus) dan ternyata benar dugaan dokter bahwa didalam usus besarku ada lagi tumor yang besarnya hampir menyumbat jalannya makanan di usus.

Sehari setelah aku di colonoscopy aku membawa hasilnya ke dokter internis dan saat itu juga dokter mengatakan kalau aku harus menjalani operasi besar lagi yaitu pemotongan dua pertiga dari usus besarku, sementara hari itu adalah baru genap dua bulan pasca operasi paru-paruku.

Saat berada di ruang dokter aku tegar dan mengiyakan semua anjuran dokter, tapi setelah pulang aku shock yang amat sangat karena mengira sudah terbebas dari penyakit kanker paru eeee... ternyata aku masih harus berjuang untuk menghadapi operasi lagi yang kurang lebih akan memakan waktu 4-5 jam.

Aku sempat menolak untuk dioperasi karena terus terang aku sangat takut, tetapi sakit perut yang aku rasakan mengalahkan rasa takutku sehingga aku pasrah. Apalagi menurut hasil CT Scan kanker ususku sudah menyebar ke ginjal dan otot tulang belakang. Yang dikuatirkan oleh tim dokter adalah jika ginjalku juga harus dibuang satu apabila kankernya telah berakar di dalam ginjalku. Bersyukur sekali ternyata kanker yang ada di ginjalku hanya menempel, dan bisa dibuang tanpa memotong satu ginjalku.

Soal penyebaran kanker ususku dokter tidak memberitahuku, hanya istri dan beberapa keluargaku yang diajak rapat untuk menentukan langkah-langkah apa aja yang akan dilakukan oleh tim dokter yang mengoperasiku. Situasi dan kondisi penyebaran kanker ususku memberikan empat kemungkinan operasi. Yang pertama dilakukan pemotongan usus besar sepanjang duapertiga panjang usus terus disambung, dan yang menempel di ginjal serta otot belakang dibuang dengan cara dilepaskan begitu saja. Yang kedua sama dengan yang pertama tapi usus tidak bisa disambung sehingga aku harus memakai kantong yang ditempelkan di perut untuk buang air kecil maupan besar. Yang ketiga sama dengan yang pertama cuma ginjalku dipotong/dibuang satu karena kankernya sudah mengakar dalam. Dan yang keempat dilakukan operasi atau dibuka perutku tetapi karena sudah menyebar kemana-mana maka tidak bisa diadakan tindakan sehingga ditutup kembali dan hanya diobati dengan jalan dikemoterapi saja.

Sekali lagi aku bersyukur bahwa aku dioperasi potong usus besar dan bisa disambung kembali tanpa memakai kantong. Lamanya aku dioperasi usus sama dengan saat operasi paru yaitu sepuluh hari aku berada di rumah sakit Mitra Internasional Jatinegara.

Pasca operasi usus baru aku merasakan sakit yang luar biasa karena bekas operasi paru yang belum sembuh ditambah dengan luka baru akibat operasi usus. Sampai-sampai aku gak kuat menahan rasa sakit itu yang datang hampir tiap malam menjelang tidur, dan tiap mau tidur malam aku berdoa (karena gak kuat menahan sakit) untuk diambil saja nyawaku, aku sudah pasrah dan siap. Tapi istriku memberi aku keyakinan untuk bangkit dan melawan rasa sakit itu mengingat aku masih punya anak dua yang belum mentas/mandiri (masih butuh bimbingan).

Kemudian aku mengajukan permohonan kepada Allah untuk diijinkan menjaga dan mendidik anakku sampai dewasa, dan ternyata aku masih diberi kesempatan kedua oleh Allah SWT untuk hidup. Aku bersyukur mempunyai istri dan anak-anak serta keluarga yang memberi dukungan yang sangat besar kepadaku untuk bangkit dan semangat dalam melawan penyakit kanker.

KEMOTERAPI 58 JAM
Satu bulan pasca operasi usus aku mulai dijadwalkan untuk menjalani pengobatan dengan cara kemoterapi yang merupakan momok bagiku, karena selama ini aku sering mendengar tentang efek samping kemoterapi, tetapi aku gak bisa menolak karena penyakit kankerku obatnya hanya dengan dikemoterapi dan radiasi.

Bulan April mulailah aku menjalani kemoterapi yang pertama dilakukan di rumah sakit Mitra Internasional Jatinegara. Pengobatan kemoterapi ternyata sama saja dengan obat-obat lainnya yang dimasukkan lewat infus, cuma campuran obat kemoterapi sangat keras sehingga saat mencampur obat harus di ruangan khusus dan susternya memakai baju khusus juga seperti layaknya pakaian seorang astronot. Karena di badanku ada dua macam kanker yaitu kanker paru dan kanker usus besar maka obat kemoterapi yang dimasukkan ke dalam badanku lewat infus selama 58 (lima puluh delapan) jam. Saat dikemoterapi aku selalu masuk RS Mitra International Jatinegara hari Jumat pagi dan baru pulang ke rumah hari Minggu malam. Aku dijadwalkan kemoterapi selama 6 (enam) kali per dua minggu sekali.

Berat badanku saat mulai sakit sampai dioperasi hilang 20 kg, yang tadinya 70 kg menjadi 50 kg, sampai-sampai aku gak mau ngaca karena kalau ngaca aku makin stress melihat badanku yang sangat kurus.


Cintaku Pada Rokok Berbuah Kanker Paru dan Kanker Usus
Sekarang aku rajin kampanye antirokok. (Foto: Siti Aniroh)

Sepulang dari pengobatan perdana kemoterapi aku tidak merasakan efek samping, tapi dua hari setelah di rumah baru merasakan efek dari obat kemoterapi di mana badanku tiba-tiba lemas dan gak bisa ngapa-ngapain, dan ini datang secara tiba-tiba setelah aku makan pagi.Aku jadi bingung gak tau harus gimana sampai-sampai istriku pulang lebih cepat dari kantornya karena takut juga.

Disini aku mau cerita sedikit tentang pengobatan untuk penyakit kanker yang dinamakan kemoterapi, di mana obat yang dicampurkan itu sangat mahal dan mempunyai efek samping yang sangat ganas, karena semua obat yang dicampurkan itu adalah obat keras. Saat pertama aku dan istriku berbicara dengan dokter tentang program kemoterapi yang harus aku jalani, dokter tersebut menanyakan padaku apa aku siap dengan dananya karena akan sangat besar sekali dana yang dibutuhkan untuk kemoterapi. Aku hanya bilang saya sudah siap moril maupun materiil.

Ternyata di tengah jalan aku gak siap secara moril karena efek samping dari kemoterapi amat sangat tidak enak, macam-macam yang aku rasakan mulai dari mual yang hebat dan diare yang sehari bisa sampai 3-4 kali serta kepala yang amat sangat sakit yang rasa-rasanya mau pecah sampai kepalaku aku ikat dengan kain. Apalagi setelah selesai kemoterapi yang pertama kira-kira satu minggu kemudian aku terserang demam berdarah yang membuatku shock, karena itu akan membuat jadwal kemoterapiku jadi tertunda, karena setiap kali kita akan dikemoterapi kondisi badan harus fit benar. Jadi aku harus menunggu sembuh dulu dari demam berdarah baru bisa dikemoterapi.

Di sinilah ujian mental untuk pasien kanker dengan pengobatan kemoterapi karena efek samping dari obat kemoterapi selalu berubah-ubah sehingga fisik dan mental harus kuat saat menjalani pengobatan kemoterapi.

Banyak penderita kanker yang menjalani kemoterapi berhenti di tengah jalan karena tidak kuat fisik dan juga mental. Di sini dibutuhkan dorongan atau support dari keluarga dan orang-orang terdekat untuk memberi semangat hidup untuk melawan sakit akibat kemoterapi.

Banyak hal yang aku alami saat menjalani proses enam kali pengobatan kemoterapi yaitu perasaan dan kondisi badan yang tidak menentu yang membuat kita menjadi depresi mental dan aku juga sudah mengalami jatuh mental yang sangat dalam sampai-sampai aku sudah mohon untuk berhenti untuk dikemoterapi, tetapi istri dan keluarga besarku memberi semangat untuk melawan dan tetap semangat yang akhirnya aku dapat melalui tahap yang sangat krusial tersebut.

Aku selesai menjalani pengobatan kemoterapi pada bulan Desember 2006 dan sampai sekarang aku tetap melakukan cek up setiap tiga bulan sekali. Alhamdullilah berat badanku sudah kembali seperti semula bahkan sekarang lebih gemuk. Untuk menjaga kondisi aku menghindari daging merah dan hampir tiap hari minum jus buah, buah apa saja, kadang-kadang jus sayuran. Selain itu aku kembali bermain softball karena vitamin paling mujarab buat aku ya lapangan softball, tapi mainnya bersama para pensiunan, yang penting kan olahraga....

Untuk masalah pembiayaan selama sakit antara dioperasi dua kali sampai pengobatan kemoterapi sebanyak enam kali aku kira-kira menghabiskan dana sekitar Rp 400 jutaan.

Dari pengalamanku selama sakit baru aku merasakan kalau SEHAT ITU MAHAL dan semua penderitaan ini akibat dari rokok/nikotin. Jadi kesimpulannya ROKOK ITU TERNYATA GAK ADA BAGUS-BAGUSNYA selain membuat si perokok menjadi sakit yang ujungnya mengakibatkan penyakit nomer dua yang mematikan setelah penyakit jantung, yaitu penyakit kanker paru.

Jadi dengan tulisan ini aku menghimbau pada semua yang kebetulan membaca untuk berhenti merokok karena akibat dari merokok sudah jelas. Dan untuk para penderita kanker (apa aja) yg penting harus semangat dan punya kemauan hidup besar, jangan menyerah n putus asa, juga jangan lupa berdoa karena Tuhan tidak akan memberikan cobaan pada umat-Nya di luar kemampuan kita.

Salam,
Albert Charles Sompie (Berthie Sompie)
Survivor kanker paru dan kanker usus besar
Telp. Rumah: (021) 424 7010 - 425 7052
HP: 0812 826 0749

Sumber :
Albert Charles Sompie
http://rumahkanker.com/content/view/62/96/1/2/

Sumber Gambar :
http://wellness.appstate.edu/images/filecabinet/folder1/smoking_cancers.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar